"It is better to die on your feet than live on your knees".

-- Emiliano Zapata --

GENERASI MENY-MENYE BAND INDONESIA

Memang, saya tidak suka dengan band-band seperti itu, karena bagi saya musik (terutama pop) sekarang sudah menjadi industri yang pastinya tidak lepas dari kepentingan-kepentingan ideologi, sadar maupun tidak sadar. Saya mengkritik band-band yang menye-menye seperti itu (Ungu, ST12, Angkasa, Peterpan.....wis pokoke jenis ini lah) karena musik mereka banyak didengarkan kalangan generasi muda kita, yang notabene gampang menduplikasi sesuatu yang diintrodusir oleh produsen musik. Padahal seperti kita tahu, kekuatan sebuah band/artis adalah pada musik dan lyric-nya. Saya tidak dapat bayangkan apabila anak-anak muda kita dibombardir terus dengan lagu yang lyric-lyric-nya hanya bicara cinta-cinta melulu (putus, selingkuh, pacaran, naksir....). yang sebenarnya dalam perspektif kajian feminisme sangat merendahkan perempuan dan menjadikan perempuan hanya sebagai objek dari laki-laki, baik itu objek cacimaki kesalahan karena selingkuh, objek ’sesuatu’ yang harus diperebutkan, dipuja-puja.......sehingga perempuan dikonstruksikan hanya sebagai ’putri di istana’ yang jauh dari realitas masyarakat kita. Menurut saya ini tidak boleh dibiarkan. Masyarakat dan generasi muda kita harus sadarkan dari lirik-lirik yang membodohkan ini. (saya setuju dengan kritik Efek rumah Kaca dalam lagu Cinta-cinta melulu: "Lagu cinta melulu. Kita memang benar-benar Melayu, suka yang mendayu-dayu..")
Mungkin ada juga yang mencoba malih rupa jadi band yang ’relijius’, dengan membuat beberapa lagu bertema ketuhanan. Tapi bagi saya karakternya tetap tidak berubah, dan bahkan berkesan wagu dan malah menunjukkan pemahaman keagamaan yang kurang cukup, simak saja:

” bila ku tahu, kapan tiba waktuku, aku akan memohon (kepada), Tuhan, tolong panjangkan umurku”
(Ungu Band......kali ya????)

Ini menunjukkan kalau si pembuat lyric tidak memahami ada hal yang jadi hak Tuhan (umur, jodoh, dan kematian) yang tidak dapat diganggu gugat, yang menurut saya seharusnya hal itu tidak dimohonkan/diminta/didiktekan kepada Tuhan. Emang kita bos-nya Tuhan........
bandingkan dengan lyric ini:

”Demi masa
Sungguh kita tersesat
Membiaskan yang haram
Karena kita manusia

Demi masa
Sungguh kita terhisap
Ke dalam lubang hitam
Karena kita manusia

Pada saatnya nanti
Tak bisa bersembunyi
Kitapun menyesali, kita merugi
Pada siapa mohon perlindungan
Debu-debu berterbangan”
(Debu-debu berterbangan, by Efek Rumah Kaca)

Yang merupakan penafsiran Efek Rumah Kaca (ERK) atas surat Al Asr dalam Al Quran. Indah bukan???
Atau bila kita mau bandingan dengan musisi luar, ada Pain of Salvation (PoS). Yang bila dihadap-hadapkan dengan lagu ’relijius’ punya Ungu Band itu menjadi kosong dan tidak bermakna apa-apa. PoS ini sebenarnya musisi yang sekuler, tapi berusaha mencari Tuhan dengan proses penciptaan lagunya. Yang kalo saya putar lagunya, menjadi merinding dan merasakan kalau Tuhan itu diakui benar-benar ada, bahkan dalam masyarakat yang sekuler sekalipun.
PoS dalam proses pembuatan album ”Be” (ini judul albumnya), berkonsep untuk melakukan pencarian terhadap Tuhan. Dalam albumnya ini ada 15 lagu yang dari lagu pertama sampai dengan lagu ke-15, menceriterakan proses ’kelahiran’ Tuhan dalam perspektif mereka yang masih dicampuri filsafat Yunani kuno. Dalam proses pembuatan salah satu lagunya ”Vocari Dei (Sordes Aetas)”, PoS mengumumkan -dalam website-nya- sebuah nomor telepon, dimana para fans-nya, diminta untuk menelepon kepada Tuhan tentang keluh kesah mereka, yang kemudian direkam. Dan diramu PoS dengan musik. Hasilnya, sebuah lagu yang membuat merinding, ada seorang penelpon yang –mungkin- hopeless, dan menangis dalam telponnya kepada Tuhan, dan hanya berkata, ......”God, I need You....I need You...”, ada juga yang bilang, ”Hey God, It’s me from earth. I need You speak to me.....”, juga permintaan maaf,”God, I apollogize from my fault.....”. (di sisi yang lain, dapat dikatakan dalam masyarakat yang sekular cenderung atheis-pun, mereka masih percaya adanya Tuhan, namun permintaannya tidak aneh-aneh seperti UNGU Band yang ‘dimintakan panjang umur”……..)
Sebuah proses penciptaan sebuah lagu yang SANGAT kreatif dan hanya dimiliki oleh musisi-musisi cerdas, yang tidak dapat dibandingkan dengan UNGU band, ST12, Peterpan, Angkasa, Alexa, Titans.....dan grup menye-menye lainnya.
Saya pikir bangsa kita harus dibangkitkan lagi dan itu jadi kewajiban kita semua. Musisi juga punya kewajiban itu, Melalui lagu, harusnya mereka dapat memotret peristiwa di dunia nyata/sehari-hari kita. grup band Indonesia masa kini harus memiliki pernyataan politik.
Lihat saja –lagi-lagi- ERK: Ketika kontroversi pornografi dan pornoaksi mencuat, ERK menulis lagu ”Jalang”. Lagu tersebut mengkritik pasal-pasal karet RUU Pornografi dan Pornoaksi. Begini liriknya:

”siapa berani bernyanyi nanti dikebiri
siapa yang berani menari nanti kan dieksekusi”

Ketika kasus Munir mencuat, band asal Jakarta ini meluncurkan lagu Di Udara. Lagu tersebut menegaskan, teror dan ancaman pembunuhan tidak akan menciutkan nyali pejuang HAM seperti Munir. Coba perhatikan syairnya:

”Ku bisa tenggelam di lautan/ aku bisa diracun di udara/ aku bisa terbunuh di trotoar jalan/ tapi aku tak pernah mati/ tak pernah berhenti//.”

Juga SLANK (pernah ’bertarung’ dengan DPR masalah lagunya ”gosip jalanan’), Iwan Fals (tidak usah ditanya masalah sikap politiknya, sudah jelas !!!!), Kantata Taqwa, Frangky Sahilatua,...........banyak lagi, juga musisi lokal seperti Rampak GusUran (Pati), Atau band-band underground seperti KEKAL (yang tidak dikenal di Indonesia, tapi melanglang buana di negeri seberang), KOIL, yang mempertanyakan nasionalisme dan sistem representasi formal di negeri ini:

”ini negera bodoh yang sangat aku bela, layaknya kekasih kekasih yang tercinta
Tiap jengkal aku mendaki, terasa hampa
Sebetulnya apa yang kita miliki? Tidak juga kepemilikan negara ini?
............................
Kamu dididik untuk bermimpi
Kamu terbiasa dibohongi
Kamu dihibur ikut bernyanyi
Kamu miskin, bodoh dan sombong.....”
(Sistem kepemilikan, KOIL)

Perhatikan juga DISCUS, sebuah band prog-rock indonesia yang -lagi-lagi-, hanya dikenal di kalangan terbatas, namun mendapat apresiasi di luar negeri. Yang mencoba membuat sebuah konsep album yang lepas dari pakem pasar. Album kedua mereka ”Tot Licht” merupakan penafsiran dari tulisan Kartini, ”Habis Gelap Terbitlah Terang” yang fenomenal itu.
Juga Makara, grup prog-rock 1980-an itu kembali bangkit dengan album konsep di tahun 2008 ini dengan judul ”Maureen”. yang menceriterakan Maureen (tokoh rekaan) dalam sebuah cerita fiksi yang menceritakan contoh aktual wanita idealist yang frustasi dan nekat mengakhiri hidupnya. Maureen suatu contoh modernisasi yang kebablasan. Lahir di suatu desa dekat pantai Senggigi, diberi nama kebarat-baratan oleh orang tua yang tadinya hidup dialam tradisi namun harus menerima serangan modernisasi di kampung halamannya karena adanya Senggigi. (Lyric-nya bisa disimak di www.indoprogsociety.org )

Jadi, masihkah kita iklhas generasi muda kita, anak-anak kita, akan terus diracuni oleh ungkapan menye-menye tanpa makna,” mengapa ku harus selalu yang mengalaaaaah........”

SELAMAT HARI SUMPAH PEMUDA

SKB 4 MENTERI BERIMPLIKASI PADA PEMBATASAN PENETAPAN UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR)

Pernyataan sikap
JARINGAN KERJA BURUH JAWA TENGAH

Mengenai
PERATURAN BERSAMA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI, MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI PERINDUSTRIAN DAN MENTERI PERDAGANGAN
Tentang
Pemeliharaan Momentum Pertumbuhan Ekonomi Nasional Dalam Mengantisipasi Perkembangan Perekonomian Global


SKB 4 MENTERI BERIMPLIKASI PADA PEMBATASAN PENETAPAN UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR)


Komponen pokok dalam hubungan kelas buruh dengan majikan adalah pengupahan, namun dalam prakteknya peran pemerintah justru membatasi nominal upah tersebut melalui peraturan yang dibuatnya. Semangat kesejahteraan untuk semua rakyat yang di amanatkan dalam pasal 27 dan 28 Undang-Undang Dasar 1945, pada akhirnya hanya berhenti pada tulisan yang tidak pernah mampu terealisasi setelah hampir 70 tahun bangsa ini merdeka.
Penetapan upah murah sebagai salah satu pilihan desain strategi pengembangan industri nasional sama sekali tidak sejalan dengan semangat kemerdekaan yang termaklumatkan dalam UUD 1945. Di tahun 2008 ini sebanyak 52,1 juta orang dari 109 juta pekerja, dengan rata-rata jam kerja 30 jam per bulan, mengantongi upah kurang dari 2 dollar AS per hari (sekitar Rp 18.000 dengan kurs Rp 9.000 per dollar AS). Dengan demikian semakin menyadarkan kita bahwa bangsa ini sudah gagal membangun kemerdekaan bangsanya secara ekonomi maupun politik.

Dengan dalih ‘jaring pengaman’, besaran upah ditinjau setiap tahunnya. Beberapa perubahan kebijakan mendasar terkait upah sudah hampir terjadi 3 tahap, Sejak tahun 1989 upah disandarkan pada dipenuhinya Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) dan mulai tahun 1995 diarahkan pada pemenuhan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM), dan pada tahun 2005 di ganti dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), apapun aturannya bisa di pastikan bahwa aturan yang sudah dibuat, sama sekali belum pernah dilaksanakan, dan yang paling terkini adalah pada UMK Jawa Tengah tahun 2008 rata-rata pencapaian upah baru bisa mencapai angka 93% dari KHL, padahal kalau dilihat dari mekanisme perumusan penentuan KHL masih sangat tampak manipulatif, seperti metode sampling yang salah dan tempat pengambilan sampling yang tidak sesuai.
Kondisi ini semakin diperparah dengan di berlakukannya UU no 13/2003 tentang ketenagakerjaan, ribuan bahkan jutaan buruh terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dengan dalih meningkatkan profit perusahaan, pengusaha beramai-ramai mengganti buruhnya dari status tetap ke kontrak, dampak yang terjadi secara umum dari situasi ini adalah:
Hilangnya hak-hak pekerja, termasuk didalamnya upah karena minim serta rapuhnya perlindungan hukum bagi buruh-buruh kontrak, bahkan dari penelitian Yayasan Wahyu Sosial di salah satu kawasan industri di Semarang, 9 dari 10 perusahaan melakukan pelanggaran terhadap hak-hak pekerjanya.
Hilangnya serikat buruh dari perusahaan, karena sampai saat ini tidak ada buruh kontrak yang bisa berserikat. Berserikat = PHK adalah kondisi riil yang terjadi di hampir seluruh perusahaan di Indonesia.
Hilangnya persoalan buruh dari ruang publik. Semua persoalan buruh hanya bisa di rasakan oleh para buruhnya, akan tetapi jeritan mereka tidak pernah sampai ke masyarakat luas.
Dalam situasi seperti ini, justru Pemerintah, secara ironis, pada tanggal 24 oktober 2008 menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri Menakertrans Erman Suparno, Menperin Fahmi Idris, Mendagri Mardianto dan Mendag Mari Elka Pangestu. Tentang Pemeliharaan Momentum Pertumbuhan Ekonomi Nasional Dalam Mengantisipasi Perkembangan Perekonomian Global yang Implikasinya di daerah adalah membatasi penetapan Upah Minimum Regional (UMR).
SKB ini jelas-jelas pemerintah telah melepaskan diri dalam tanggungjawabnya untuk melindungi hak buruh sebagai warga negara dengan menyerahkan mekanisme penetapan upah minimum berdasarkan kepada negosiasi bipartit antara manajemen dan buruh.
Menerbitkan SKB 4 Menteri dengan dalih goncangan ekonomi perusahaan sebagai efek krisis ekonomi global dan mengabaikan upah buruh, di sisi lain tidak lebih watak korup pemerintah yang dalam laju sejarah bangsa ini selalu memihak pada pemilik modal, konkritnya pemerintah tidak pernah ambil peduli ketika perusahaan dituntut oleh buruh untuk bisa melakukan profit share (membagi keuntungan) dengan pihak buruh.
Situasi ini akan jelas-jelas menjadi persoalan yang sangat serius bagi keberlangsungan proses pemiskinan buruh kelas paling bawah yang jumlahnya paling banyak, buruh kontrak dan outsourcing adalah kelompok buruh terbesar yang ada saat ini, dan merekalah yang pertama akan merasakan dampak dari kebijakan ini, posisi tawar buruh yang sangat lemah di depan pengusaha akan semakin mempersulit bahkan tidak menutup kemungkinan membunuh mereka bersama keluarganya. Hal ini jelas bertentangan dengan semangat kemerdekaan 1945. Tegasnya, menggadaikan kepentingan umum demi kepentingan segelintir kelompok merupakan kejahatan paling serius, dan dengan cara apapun dan sampai kapanpun perilaku arogan tersebut tidak bisa dibenarkan dan harus di lawan.
Tidak adanya lagi SB tingkat pabrik sebagai dampak langsung dari pergantian buruh tetap ke buruh kontrak dan outsourcing mengindikasikan bahwa proses perundingan bipartite tidak akan pernah ada dalam sebuah perusahaan, kebijakan ini akan semakin mengukuhkan superioritas pengusaha dalam rangka untuk menyempurnakan proses perbudakan buruh-buruhnya.
Untuk itu kami dari JARINGAN KERJA BURUH JAWA TENGAH, dengan tegas menolak SKB 4 Menteri dengan pertimbangan:
Bahwa SKB ini akan sangat berdampak luas pada ketidak jelasan hak buruh atas upah, keluarga, dan kehidupan mereka.
Semakin menguatkan sikap monopoli pengusaha dalam menentukan kebijakan pengupahan dalam perusahaan, dengan demikian proses perbudakan adalah keniscayaan apabila SKB ini diberlakukan.
Untuk itu kami dari JARINGAN KERJA BURUH JAWA TENGAH menuntut:
Cabut SKB 4 menteri dalam waktu yeng sesingkat-singkatnya;
Menuntut kepada seluruh anggota SB untuk ikut mencabut mandat terhadap elit-elit SB yang telah terbukti berkontribusi dalam penyusunan SKB 4 menteri ini;
Selanjutnya kami dari JARINGAN KERJA BURUH JAWA TENGAH mengajak seluruh elemen pro buruh di seluruh Indonesia untuk turun ke jalan untuk menolak tegas SKB 4 menteri ini.
Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya, lawan atau mati dalam keterjajahan.

Semarang 24 oktober 2008
JARINGAN KERJA BURUH JAWA TENGAH



1. PBPP
2. PBDI
3. DPD SP Pos Jawa Tengah
4. SPSI RTMM
5. SBI Wonosari
6. Perhimpunan Budidaya Tanaman Dan Ternak Indonesia
7. FNPBI Semarang
8. DPC SBSI Semarang
9. KPS BII Temanggung
10. PSB
11. SMI
12. SB Tri Megah Cipta Mandiri
13. SBS GSA
14. SBII Kota Tegal
15. KP FSBSS Jawa tengah
16. LMND Semarang
17. PMII Kota Semarang
18. Yayasan Wahyu Sosial
19. Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Indonesia (PBHI) Wilayah Jawa Tengah



Nb: kontak person:
Khotib - 085226266620/7611690
Prabowo - 081390284168
T Denny Septiviant - 08156519255