"It is better to die on your feet than live on your knees".

-- Emiliano Zapata --

SKB 4 MENTERI BERIMPLIKASI PADA PEMBATASAN PENETAPAN UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR)

Pernyataan sikap
JARINGAN KERJA BURUH JAWA TENGAH

Mengenai
PERATURAN BERSAMA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI, MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI PERINDUSTRIAN DAN MENTERI PERDAGANGAN
Tentang
Pemeliharaan Momentum Pertumbuhan Ekonomi Nasional Dalam Mengantisipasi Perkembangan Perekonomian Global


SKB 4 MENTERI BERIMPLIKASI PADA PEMBATASAN PENETAPAN UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR)


Komponen pokok dalam hubungan kelas buruh dengan majikan adalah pengupahan, namun dalam prakteknya peran pemerintah justru membatasi nominal upah tersebut melalui peraturan yang dibuatnya. Semangat kesejahteraan untuk semua rakyat yang di amanatkan dalam pasal 27 dan 28 Undang-Undang Dasar 1945, pada akhirnya hanya berhenti pada tulisan yang tidak pernah mampu terealisasi setelah hampir 70 tahun bangsa ini merdeka.
Penetapan upah murah sebagai salah satu pilihan desain strategi pengembangan industri nasional sama sekali tidak sejalan dengan semangat kemerdekaan yang termaklumatkan dalam UUD 1945. Di tahun 2008 ini sebanyak 52,1 juta orang dari 109 juta pekerja, dengan rata-rata jam kerja 30 jam per bulan, mengantongi upah kurang dari 2 dollar AS per hari (sekitar Rp 18.000 dengan kurs Rp 9.000 per dollar AS). Dengan demikian semakin menyadarkan kita bahwa bangsa ini sudah gagal membangun kemerdekaan bangsanya secara ekonomi maupun politik.

Dengan dalih ‘jaring pengaman’, besaran upah ditinjau setiap tahunnya. Beberapa perubahan kebijakan mendasar terkait upah sudah hampir terjadi 3 tahap, Sejak tahun 1989 upah disandarkan pada dipenuhinya Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) dan mulai tahun 1995 diarahkan pada pemenuhan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM), dan pada tahun 2005 di ganti dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), apapun aturannya bisa di pastikan bahwa aturan yang sudah dibuat, sama sekali belum pernah dilaksanakan, dan yang paling terkini adalah pada UMK Jawa Tengah tahun 2008 rata-rata pencapaian upah baru bisa mencapai angka 93% dari KHL, padahal kalau dilihat dari mekanisme perumusan penentuan KHL masih sangat tampak manipulatif, seperti metode sampling yang salah dan tempat pengambilan sampling yang tidak sesuai.
Kondisi ini semakin diperparah dengan di berlakukannya UU no 13/2003 tentang ketenagakerjaan, ribuan bahkan jutaan buruh terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dengan dalih meningkatkan profit perusahaan, pengusaha beramai-ramai mengganti buruhnya dari status tetap ke kontrak, dampak yang terjadi secara umum dari situasi ini adalah:
Hilangnya hak-hak pekerja, termasuk didalamnya upah karena minim serta rapuhnya perlindungan hukum bagi buruh-buruh kontrak, bahkan dari penelitian Yayasan Wahyu Sosial di salah satu kawasan industri di Semarang, 9 dari 10 perusahaan melakukan pelanggaran terhadap hak-hak pekerjanya.
Hilangnya serikat buruh dari perusahaan, karena sampai saat ini tidak ada buruh kontrak yang bisa berserikat. Berserikat = PHK adalah kondisi riil yang terjadi di hampir seluruh perusahaan di Indonesia.
Hilangnya persoalan buruh dari ruang publik. Semua persoalan buruh hanya bisa di rasakan oleh para buruhnya, akan tetapi jeritan mereka tidak pernah sampai ke masyarakat luas.
Dalam situasi seperti ini, justru Pemerintah, secara ironis, pada tanggal 24 oktober 2008 menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri Menakertrans Erman Suparno, Menperin Fahmi Idris, Mendagri Mardianto dan Mendag Mari Elka Pangestu. Tentang Pemeliharaan Momentum Pertumbuhan Ekonomi Nasional Dalam Mengantisipasi Perkembangan Perekonomian Global yang Implikasinya di daerah adalah membatasi penetapan Upah Minimum Regional (UMR).
SKB ini jelas-jelas pemerintah telah melepaskan diri dalam tanggungjawabnya untuk melindungi hak buruh sebagai warga negara dengan menyerahkan mekanisme penetapan upah minimum berdasarkan kepada negosiasi bipartit antara manajemen dan buruh.
Menerbitkan SKB 4 Menteri dengan dalih goncangan ekonomi perusahaan sebagai efek krisis ekonomi global dan mengabaikan upah buruh, di sisi lain tidak lebih watak korup pemerintah yang dalam laju sejarah bangsa ini selalu memihak pada pemilik modal, konkritnya pemerintah tidak pernah ambil peduli ketika perusahaan dituntut oleh buruh untuk bisa melakukan profit share (membagi keuntungan) dengan pihak buruh.
Situasi ini akan jelas-jelas menjadi persoalan yang sangat serius bagi keberlangsungan proses pemiskinan buruh kelas paling bawah yang jumlahnya paling banyak, buruh kontrak dan outsourcing adalah kelompok buruh terbesar yang ada saat ini, dan merekalah yang pertama akan merasakan dampak dari kebijakan ini, posisi tawar buruh yang sangat lemah di depan pengusaha akan semakin mempersulit bahkan tidak menutup kemungkinan membunuh mereka bersama keluarganya. Hal ini jelas bertentangan dengan semangat kemerdekaan 1945. Tegasnya, menggadaikan kepentingan umum demi kepentingan segelintir kelompok merupakan kejahatan paling serius, dan dengan cara apapun dan sampai kapanpun perilaku arogan tersebut tidak bisa dibenarkan dan harus di lawan.
Tidak adanya lagi SB tingkat pabrik sebagai dampak langsung dari pergantian buruh tetap ke buruh kontrak dan outsourcing mengindikasikan bahwa proses perundingan bipartite tidak akan pernah ada dalam sebuah perusahaan, kebijakan ini akan semakin mengukuhkan superioritas pengusaha dalam rangka untuk menyempurnakan proses perbudakan buruh-buruhnya.
Untuk itu kami dari JARINGAN KERJA BURUH JAWA TENGAH, dengan tegas menolak SKB 4 Menteri dengan pertimbangan:
Bahwa SKB ini akan sangat berdampak luas pada ketidak jelasan hak buruh atas upah, keluarga, dan kehidupan mereka.
Semakin menguatkan sikap monopoli pengusaha dalam menentukan kebijakan pengupahan dalam perusahaan, dengan demikian proses perbudakan adalah keniscayaan apabila SKB ini diberlakukan.
Untuk itu kami dari JARINGAN KERJA BURUH JAWA TENGAH menuntut:
Cabut SKB 4 menteri dalam waktu yeng sesingkat-singkatnya;
Menuntut kepada seluruh anggota SB untuk ikut mencabut mandat terhadap elit-elit SB yang telah terbukti berkontribusi dalam penyusunan SKB 4 menteri ini;
Selanjutnya kami dari JARINGAN KERJA BURUH JAWA TENGAH mengajak seluruh elemen pro buruh di seluruh Indonesia untuk turun ke jalan untuk menolak tegas SKB 4 menteri ini.
Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya, lawan atau mati dalam keterjajahan.

Semarang 24 oktober 2008
JARINGAN KERJA BURUH JAWA TENGAH



1. PBPP
2. PBDI
3. DPD SP Pos Jawa Tengah
4. SPSI RTMM
5. SBI Wonosari
6. Perhimpunan Budidaya Tanaman Dan Ternak Indonesia
7. FNPBI Semarang
8. DPC SBSI Semarang
9. KPS BII Temanggung
10. PSB
11. SMI
12. SB Tri Megah Cipta Mandiri
13. SBS GSA
14. SBII Kota Tegal
15. KP FSBSS Jawa tengah
16. LMND Semarang
17. PMII Kota Semarang
18. Yayasan Wahyu Sosial
19. Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Indonesia (PBHI) Wilayah Jawa Tengah



Nb: kontak person:
Khotib - 085226266620/7611690
Prabowo - 081390284168
T Denny Septiviant - 08156519255

0 komentar: