"It is better to die on your feet than live on your knees".

-- Emiliano Zapata --

BURUH DI JAWA TENGAH YANG SEMAKIN TERDESAK

BURUH DI JAWA TENGAH YANG SEMAKIN TERDESAK

Catatan monitoring media terhadap kondisi perburuhan jawa tengah triwulan II 2008



Tahun 2008 merupakan tahun dimana kampanye besar-besaran pemerintah jawa tengah untuk mengundang investasi datang, opini publik yang digunakan sebagai pijakan mengundang investor datang adalah upaya untuk mengurangi pengangguran yang semakin hari semakin besar di jawa tengah, tercatat di tahun 2007 jumlah pengangguran di jateng berkisar 1.436.888 (8%), berbagai fasilitas pendukung investasi pun ditawarkan, dari perbaikan infrastruktur, kemudahan perijinan, stabilitas keamanan dan yang paling terpenting adalah upah buruh murah, perlu dicatat bahwa upah rata-rata buruh di pulau jawa, jawa tengah merupakan yang paling rendah.

Alih-alih mengentaskan pengangguran, investasi justru hanya dijadikan sebagai sarana mendulang PAD sebesar-besarnya, sementara nasib buruh tidak pernah beranjak dari jerat kemiskinannya, bahkan terkesan isu pengangguran selain dijadikan sebagai alat legitimasi pengusaha dan pemerintah untuk membenarkan praktek-praktek pengusaha dalam menekan buruh dengan membuat aturan main yang menyalahi ketentuan, seperti upah dibawah UMK, buruh kontrak yang menyalahi ketentuan dan lain sebagainya.

Persoalan ternyata belum berhenti sampai disitu saja, naiknya BBM pada bulan MEI yang di ikuti oleh gelombang kenaikan semua kebutuhan pokok, tempat tinggal transportasi sampai saat ini terbukti tidak di sikapi dengan kebijakan pemerintah untuk menaikan upah para buruhnya, alhasil untuk menutupi kebutuhannya buruh dipaksa untuk semakin mengencangkan ikat pinggang dan bekerja lebih panjang, baik dengan lembur atupun mencari sumber-sumber ekonomi lain.

Pantauan Yayasan Wahyu Sosial

Memasuki triwulan II tahun 2008 ada dua badai isu besar yang banyak di respon masyarakat buruh dan elemen pro buruh di jawa tengah, yakni menolak kebijakan pemerintah menaikan harga BBM, selain itu isu adalah peringatan 1 mei sebagai hari buruh internasional, dari monitoring terhadap berbagai media yang dilakukan oleh yawas tidak kurang 55 aksi buruh dilakukan di berbagai kota di jawa tengah dengan melibatkan lebih dari 21.502 buruh.

Sayangnya aksi yang di dominasi oleh sikap menolak kenaikan harga BBM dan meminta penyesuaian atas upah ini sampai sekarang belum menunjukan keberhasilanya, bahkan terkesan aksi ini tidak didengarkan oleh pemerintah, dampaknya adalah disebagian aktifis sudah putus asa terhadap kondisi ini, hal ini dibuktikan dengan hilangnya suara buruh di jawa tengah di satubulan terakhir ini.

Kondisi ini sebenarnya semakin mempertegas bahwa kekuatan sipil seperti buruh dan serikat buruh semakin tidak memiliki posisi tawar lagi terhadap pengusaha dan negara. Di perusahaan buruh dan serikat buruh tingkat pabrik sudah tidakmampu lagi membendung kesewenang-wenangan pengusaha, seperti memberikan upah dibawah UMK, praktek buruh kontrak yang semakin marak dan lain sebagainya, sementara disisi lain buruh masih dijadikan sebagai tumbal-tumbal kebijakan.

Walaupun dianggap belum cukup efektif, akan tetapi setidaknya dari prosentase aksi yang dilakukan, masih ada harapan perlawanan terhadap situasi politik ekonomi yang terjadi saat ini, walaupun tentunya belum bisa berharap banyak, dari aksi yang dilakukan dapat dilihat Kota Semarang dan Sukoharjo merupakan daerah yang paling sering melakukan aksi masa buruh, untuk selanjutnya disusul Karanganyar, Kudus dan Pekalongan. Kondisi ini menggambarkan bahwa aksi-aksi masa buruh yang biasanya memusat di kota semarang sudah mengelami penyebaran yang cukup merata, walaupun belum berjalan maksimal. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalam tabel sebagai berikut :


Walaupun kalau dilihat dari data aksi gerakan buruh mengalami kenaikan dari semester pertama tahun 2008 yakni 35 kali aksi, akan tetapi kalau dilihat dari isu yang di usung dan elemen yang melakukan aksi demonstarsi dapat dilihat bahwa respon buruh atas persoalan-persoalan buruh sendiri justru mengalami penurunan, kondisi ini disebabkan oleh situasi kepanikan buruh dan aktifis buruh terhadap isu-kebijakan menaikan harga BBM, yang secara psikologis membawa dampak pada sikap buruh untuk melakukan perlawanan, karena terdesak oleh iklim ekonomi yang semakin menyudutkan mereka secara politik maupun ekonomi.


Tidak munculnya persoalan-persoalan buruh ditingkat pabrik, bukan secara langsung membenarkan bahwa kondisi buruh tidak bermasalah, situasi ini kemungkinan besar lebih disebabkan oleh trauma buruh atas dampak bagi mereka yang melakukan aksi demonstrasi, PHK dan sulit mencari kerja adalah dampak yang harus mereka terima, situasi ini jelas-jelas membahayakan bagi kenberlangsungan kemanusiaan buruh itu sendiri. Walaupun undang-undang ketenagakerjaan sudah jelas-jelas mengatur bagi buruh untuk berserikat dan mereka memiliki hak atas mogok akana tetapi persoalan klasih masih terjadi hukum sampai hari ini hanya berpihak pada para penguasa pengusaha dan pemerintah.


Selain disebabkan oleh situasi ekonomi yang semakin menyudutkan buruh, hilangnya isu buruh tingkat pabrik juga disebabkan oleh hilangnya basis-basis serikat buruh didalam pabrik, penyebabnya tidak lain dan tidak bukan adalah munculnya sistem kontrak dan outsourcing yang saat ini yang merambah seluruh perusahaan-perusahaan di jawa tengah, sekali lagi negara berperan besar dalam menciptakan kondisi ini. Kondisi buruh kontrak yang selain dinilai ekonomi dalam pemberian upah, juga sampai saat ini terbukti sangat efektif untuk mengkondisikan buruh. Fakta bahwa suara buruh tingkat pabrik semakin menurun bahkan cenderung hilang bisa dilihat dalam tabel berikut.

Hilangnya isu buruh tingkat pabrik seiring dengan hilangnya informasi atas buruh yang ter-PHK selama triwulan II tahun 2008, yang jumlahnya hanya 110 orang, jumlah ini kecil apabila di bandingkan dengan jumlah buruh ter PHK sepanjang semester I tahun 2008 yang berjumlah 2944. Dalam situasi seperti ini yayasan wahyu sosial melihat bahwa :


1.

maraknya buruh kontrak di jawa tengah dilakukan dengan beberapa cara, cara melakukan PHK sepihak dan selanjutnya mengganti buruhnya dengan buruh kontrak, selain itu buruh kontrak juga mengisi lowongan pekerjaan puluhan perusahaan baru yang melakukan relokasi dari daerah-daerah sekitar ke jawa tengah.
2.

hilangnya buruh tetap membawa konsekwensi terhadap hilangnya legitimasi SB didalam perusahaan, dan untuk perusahaan-perusahaan baru SB tidak bisa masuk di dalmnya.
3.

dan kondisi ini menciptakan iklim dimana persoalan-persoalan perburuhan tingkat pabrik tidak mampu lagi ter-akses oleh publik. Karena selama ini satu-satunbya alat perlindungan dan penyambung lidah buruh di perusahaan hanyalah SB.


Rentannya buruh kontrak terhadap tidakan sewenang-wenang pengusaha, seperti upah di bawah UMK, jaminan sosial tidak diberikan dan hilangnya hak-hak lainya seyogyanya harus segera mendapatkan perhatian yang serius bukan hanya oleh serikat buruh saja, akan tetapi juga oleh niat tulus pemerintah untuk melindungi warganegaranya.


Semarang, 5 juli 2008


Hormat kami,



K H O T I B

Sie Kajian dan Pendidikan

Yayasan Wahyu Sosial (YAWAS) Semarang


NB: Jika perlu konfirmasi, silahkan hubungi Khotib 085-226266620 atau langsung ke kantor, Jl. ....Telp 024-7611690